Selasa, 05 Juni 2012

Posisi Wakil Menteri Dibatalkan oleh Putusan MK


Posisi Wakil Menteri Dibatalkan oleh Putusan MK

Putasan Mahkamah Konstitusi (MK) keputusan MK Nomor 79/PUU-IX/2011 telah membatalkan  Pasal 10 UU Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang menyatakan bahwa wakil menteri adalah pejabat karier dan bukan anggota kabinet, bertentangan dengan UUD 1945 serta menurut Ketua MK Mahfud MD, Tidak mempeunyai kekuatan hukum yang mengikat (Selasa, 5/6/2012)

Dengan Adanya Putusan MK di atas, maka keberadaan dan fungsi Wakil Menteri yang kini adalah pejabat karir bukan anggota kabinet itu tidak punya sandaran hukum yang kuat.

Presiden harus segera memberhentikan para wakil menteri yang ada sekarang. Nantinya apakah presiden berniat mengangkat kembali atau tidak itu hak Presiden tapi harus menggunakan Kepres yang baru yang sesuai dengan keputusan MK tersebut, Kepres itu harus menegaskan bahwa Wakil Menteri adalah anggota Kabinet dan bukan pejabat karier. sebab hal iini bertentangan dengan susunan organisasi kementerian sebagaimana diatur Pasal 9 UU Kementerian Negara.
Disamping itu adanya posisi wakil menteri menambah anggaran negara dan hasilnya dibanding dengan tidak adanya wakil menteri biasa-biasa saja, negara juga tidak punya tambahan pendapatan negara sehingga adanyaposisi wakil menteri adalah pemborosan uang negara, 
Posisi wamen hanya untuk membagi-bagi kekuasaan setelah adanya deal-deal politik. jadi bubarkan dan tiadakan posisi wkil menteri optimalkan posisi Dirjen.

Sabtu, 02 Juni 2012

Juklak Tafsiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 Yang Menyesatkan Dan Merugikan


Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan , namun pelaksanaannya belum juga bisa dilakukan karena banyak sekali kepentingan disitu, sehingga Petunjuk Pelaksana dari Menteri Agama tidak bisa dikeluarkan.
Alasan utama adalah dari Pihak pesantren banyak yang tidak terima dan ketakutan menjadi tidak laku, hal ini merupakan alasan wajar dan umum tapi kalau ketidaksetujuan menjadikan kementerian Agama dengan menafsirkan PP tersebut secara serampangan hal itu merugikan pihak lain yang karena tafisran PP tersebut yang salah.
Dari sosialisasi dari pisak Pemerintah Daerah yang pernah saya dengar baru-baru ini, bahwa yang boleh mendirikan Pendidikan Diniyah Formal itu hanya Pesantren. Hal ini menyalahi PP Nomor 55 tahun 2007 tersebut. Dimana Pada BAB III Bagian Kesatu Pasal 14
  • ayat 1 berbunyi  : ” Pendidikan Keagamaan Islam berbentuk pendidikan DINIYAH dan PESANTREN
  • Ayat 2 : “ Pendidikan DINIYAH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada jalur FORMAL, non formal, dan informal
  • ayat 3 ; “ Pesantren menyelenggarakan 1 (satu) atau berbagai satuan dan atau program pendidikan pada jalur FORMAL, non formal, dan Informal ,
Dan tambahan masalah PESANTREN juga ada bagian khusus yaitu oada paragraf 3 pasal 26 ayat 1-3 dalam paragraf /pasal ini ada kewenangan yang jelas bagi pesantren yang sudah berjalan mendirikan sekolah umum TK-PT atau RA sampai PT.
Dan kalau Pendidikan diniyah formal ini juga hanya diberikan kepada pesantren disamping tumpang tindih aturan juga mengapa harus ada diniyah formal kalau sudah ada RA sampai PT, tinggal mewajibkan Pesantren untuk membangun RA-PT kalau yang membutuhkan formal.
Sedangkan pada pasal 14 ayat 2 jelas disebutkan bahwa pendidikan bukan hanya milik pesantren, tapi lembaga pendidikan lain yang sah sesuai dengan UU sisdiknas.
Kami atas nama pengurus Yayasan Guru Ngaji Indonesia Banyumas yang sudah sejak awal mendirikan Pendidikan Diniyah Formal sangat dirugikan oleh tafsiran yang sangat merugikan lembaga pendidikan kami, karena secara otomatis akan mematikan perijinan kami.
Kalau hal itu dipaksakan kementrian Agama maupu Pemerintah (Pemda maupu Pusat) melanggar PP. Nomor 55 tahun 2007.  Dimana keadilannya padahal Islam menjunjung tinggi keadilan, untuk mengaku Islam kalau tidak bisa berlaku adil terhadap warganya yang sudah mengikuti Peraturan perundangan Republik Indonesia dengan ikut mensukseskan tujuan Pendidikan nasional yang sudah sesuai PP nomor 55 tahun 2007 malah mau dihabisi.
Dinegeri ini keadilan menjadi hal yang sangat mustahil dan mahal kalau hal ini terjadi.
Penulis adalah Ketua Yayasan Guru Ngaji Indonesia (YGNI) Banyumas dan pendiri LPDF-PDNF Shidiqiin Wara` penyelenggara pendidikan Diniyah Formal